07 April 2009

Refleksi Pemilu 2009

Besok, tanggal 9 April 2009 adalah pemilu legeslatif. Dalam pemilu ini rakyat indonesia memilih wakil rakyat yang berada di DPR kota, DPR provinsi, DPR RI dan DPD. Pelaksanaan pemilu kali ini jelas berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Kalau biasanya pemilu diidentikkan mencoblos, kini kata mencoblos diganti menjadi mencontreng. Apakah mencontreng itu? Mencontreng adalah memberi tanda cawang. Konon, negara miskin pun sudah tidak menggunakan mencoblos pada pemilu. Mungkin karena itu pemilu sekarang menggunakan kata mencontreng.

Pernah tidak anda melihat iklan tentang mencontreng di televisi. Sepasang muda-mudi berkacamata, meminta semua orang yang di temuinya menggambar contrengan di sebuah kertas A4 atau HVS. Baik itu yang masih muda atau yang sudah tua, ternyata tidak kesulitan melakukan pencontrengan. Saat orang yang diminta mencontreng berhasil menorehkan contrngan di kertas tersebut, sepasang muda mudi berkacamata tersebut langsung berkata " Tuh kan, bisa??!!!".

Saya berpikir iklan ini mengelabui masyarakat. Mungkin saat nanti masuk bilik pemilihan, para pemilih akan kaget karena iklan itu tidak sesuai dengan kenyataan. misalnya saja ukuran kertas. Ukuran kertas pemilu jelas lebih besar dari yang dibuat praktek di televisi. Belum lagi, ternyata tulisan di kertas pemilu, kecil dan tersekat-sekat menjadi kotak-kotak yang berisi partai dan nama caleg. Saya tidak bisa membayangkan. Bagaimana nanti warga senior yang mungkin tidak bisa membaca, atau menulis akan melakukan pencontrengan.

Belum lagi iklan yang dibuat oleh banyak partai-partai besar yang suka mengobral janji. Terus terang saya muak dengan iklan-iklan tersebut. Baik di televisi, radio, bahkan memasang poster-poster di jalan. Apa tidak ada kegiatan yang lain yang jauh lebih bermanfaat daripada menghambur-hamburkan uang triliunan rupiah untuk kegiatan kampanye. Bayangkan saja jika uang tersebut diberikan rakyat kecil untuk modal usaha. Meski mungkin hanya ratusan orang akan menikmati uang itu, tapi yang jelas uang itu lebih bermanfaat daripada dihambur-hamburkan untuk membuat spanduk yang jumlahnya puluhan ribu.

Di sisi lain, jumlah golongan putih (golput) diprediksi akan naik. Mungkin mereka sudah bosan mendengar dan melihat polah tingkah para wakil rakyat yang terhormat. Mulai kasus video porno sampai korupsi, sudah dilakoni beberapa anggota dewan yang terhormat. Belum lagi saat kampanye ini mereka mengobral janji, tapi seusai menjadi anggota dewan, mereka lupa dengan janji yang telah mereka ucapkan. Bukankah itu ciri-ciri orang munafik??

Sebenarnya apakah kita masih memerlukan pemilu ini?? Yang jelas, satu pesan saya, jadilah pemilih yang cerdas. Jangan gadaikan harga diri anda demi uang atau materi lainnya. Ingat, memilih pemimpin masih menjadi tanggung jawab kita sebagai umat islam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar